Tugas


Keragaman Budaya Indonesia
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.

Bukti Sejarah
Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan, saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan yang berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu. Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika” , dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada konteks kebudayaan.
Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700’an sukubangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang sesungguhnya rapuh. Rapuh dalam artian dengan keragaman perbedaan yang dimilikinya maka potensi konflik yang dipunyainya juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat akan menjadi pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu lain yang tidak berkenaan dengan keragaman kebudayaan. Seperti kasus-kasus konflik yang muncul di Indonesia dimana dinyatakan sebagai kasus konflik agama dan sukubangsa. Padahal kenyataannya konflik-konflik tersebut didominsi oleh isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi. Memang tidak ada penyebab yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya dengan benar.
Peran pemerintah: penjaga keanekaragaman
Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai pengayom dan pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang cukup bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok sukubangsa asli minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya. Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai dengan sukubangsa ternyata tidak dianggap serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa minoritas tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant setempat, sehingga membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam prespektif kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk kebudayaan berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan untuk menjadi “Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan identitas kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam konteks ini proses penyeragaman kebudayaan kemudian menyebabkan kebudayaan yang berkembang di masyarakat, termasuk didalamnya kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok marginal, menjadi terbelakang dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi yang ada ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang ada di Jawa sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam kebudayaan daerah.
Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas dengan konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan arah politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya adalah suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah negara modern dimana ia digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga suatu upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan kekuasaannya untuk ”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau kelompok-kelompok pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi yang kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci multibudayaisme adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya kasus Papua dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan dapat dilihat dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau produk kebudayaan pada masa lampau.
Menjaga keanekaragaman budaya
Dalam konteks masa kini, kekayaan kebudayaan akan banyak berkaitan dengan produk-produk kebudayaan yang berkaitan 3 wujud kebudayaan yaitu pengetahuan budaya, perilaku budaya atau praktek-praktek budaya yang masih berlaku, dan produk fisik kebudayaan yang berwujud artefak atau banguna. Beberapa hal yang berkaitan dengan 3 wujud kebudayaan tersebut yang dapat dilihat adalah antara lain adalah produk kesenian dan sastra, tradisi, gaya hidup, sistem nilai, dan sistem kepercayaan. Keragaman budaya dalam konteks studi ini lebih banyak diartikan sebagai produk atau hasil kebudayaan yang ada pada kini. Dalam konteks masyarakat yang multikultur, keberadaan keragaman kebudayaan adalah suatu yang harus dijaga dan dihormati keberadaannya. Keragaman budaya adalah memotong perbedaan budaya dari kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di Indonesia. Jika kita merujuk kepada konvensi UNESCO 2005 (Convention on The Protection and Promotion of The Diversity of Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau “cultural diversity”, cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya. Hal ini tidak hanya berkaitan dalam keragaman budaya yang menjadi kebudayaan latar belakangnya, namun juga variasi cara dalam penciptaan artistik, produksi, disseminasi, distribusi dan penghayatannya, apapun makna dan teknologi yang digunakannya. Atau diistilahkan oleh Unesco dalam dokumen konvensi UNESCO 2005 sebagai “Ekpresi budaya” (cultural expression). Isi dari keragaman budaya tersebut akan mengacu kepada makna simbolik, dimensi artistik, dan nilai-nilai budaya yang melatarbelakanginya.
Dalam konteks ini pengetahuan budaya akan berisi tentang simbol-simbol pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat pemiliknya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungannya. Pengetahuan budaya biasanya akan berwujud nilai-nilai budaya suku bangsa dan nilai budaya bangsa Indonesia, dimana didalamnya berisi kearifan-kearifan lokal kebudayaan lokal dan suku bangsa setempat. Kearifan lokal tersebut berupa nilai-nilai budaya lokal yang tercerminkan dalam tradisi upacara-upacara tradisional dan karya seni kelompok suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di nusantara. Sedangkan tingkah laku budaya berkaitan dengan tingkah laku atau tindakan-tindakan yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut bisa dirupakan dalam bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan subsisten masyarakat, dan sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai aktivitas budaya. Dalam artefak budaya, kearifan lokal bangsa Indonesia diwujudkan dalam karya-karya seni rupa atau benda budaya (cagar budaya). Jika kita melihat penjelasan diatas maka sebenarnya kekayaan Indonesia mempunyai bentuk yang beragam. Tidak hanya beragam dari bentuknya namun juga menyangkut asalnya. Keragaman budaya adalah sesungguhnya kekayaan budaya bangsa Indonesia
PENGARUH KEBERAGAMAN BUDAYA:
Pengaruh positif:
1. Keanekaragaman kebudayaan sangat menarik dan dapat dijadikan objek pariwisata,
2. Keanekaragaman budaya daerah dapat membantu meningkatkan pengembangan kebudayaan nasional,
3. Tertanamnya sikap untuk saling menghormati dan menghargai antarsuku yang berbeda.

Pengaruh negatif:
1. Kecurigaan antarsuku bangsa,
2. Adanya potensi konflik antarsuku dan hambatan pergaulan antarsuku karena perbedaan bahasa, dan kebudayaan,
3. Banyaknya suku bangsa yang ingin menerapkan hukum adatnya.
faktor-faktor keberagaman budaya
Ada 3 (tiga) faktor utama yang mendorong terbentuknya keberagaman budaya Indonesia sebagai berikut:
1.       Latar Belakang Historis
Dalam perjalanan sejarah menyebutkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunani (wilayah Cina Bagian Selatan). Sebelum tiba di Nusantara mereka berhenti di berbagai tempat dan menetap dalam jangka waktu yang lama, bahkan mungkin hingga beberapa generasi. Selama bermukim di tempat-tempat tersebut, mereka melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Mereka mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan-keterampilan khusus sebelum melakukan perjalanan. Dengan perbedaan pengalaman dan pengetahuan telah menyebabkan timbulnya perbedaan suku bangsa dengan budaya yang beranekaragam di Indonesia
 2.     Perbedaan Kondisi Geografis
Perbedaan-perbedaan kondisi geografis telah melahirkan berbagai suku bangsa dan keberagaman budaya Indonesia. Hal itu berkaitan dengan : Pola kegiatan ekonomi, Perwujudan kebudayaan yang ada contohnya: nelayan, pertanian, kehutanan, dan perdagangan. Sehingga mereka akan mengembangkan corak kebudayaan yang khas dan cocok dengan lingkungan geografis mereka tanpa mengganggu kebudayaan yang lainnya.
3    3.     Keterbukaan terhadap Kebudayaan Luar
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Pengaruh asing pertama yaitu ketika orang-orang India, Cina, dan Arab di susul oleh bangsa Eropa. Bangsa tersebut datang membawa kebudayaan yang beranekaragam.
Daerah-daerah yang relatif terbuka, khususnya daerah pesisir paling cepat megalami perubahan. karena:
-     Dengan semakin banyaknya sarana dan prasaranatransportasi,
-     Hubungan antar kelompok semakin intensif dan
-     Semakin sering mereka melakukan pembauran
Sementara daerah-daerah yang terletak jauh dari pantai umumnya tidak banyak terpengaruh budaya luar, sehingga kebudayaannya berkembang dengan corak khas.
Contoh: jakarta salah satu contoh kota pelabuhan, memiliki corak kebudayaan yang cukup beragam yaitu dengan adanya Budaya Betawi memiliki sedikit budaya Cina, Arab, dan India. Hal ini diakibatkan oleh beragamnya orang yang datang/singgah di kota ini sehingga terjadinya pembauran kebudayaan.

               MANFAAT KEBERAGAMAN BUDAYA

Tidak semua negara memiliki keberagaman budaya seperti yang dimiliki oleh negara Indonesia. Dengan demikian, keberagaman budaya memberikan manfaat bagi bangsa kita.
Beberapa manfaat keberagaman budaya, sebagai berikut :
1.       Dalam bidang bahasa, kebudayaan daerah yang berwujud dalam bahasa daerah dapat memperkaya perbendaharaan istilah dalam bahasa Indonesia.
2.       Dalam biang pariwisata, potensi keberagaman budaya dapat dijadikan objek dan tujuan pariwisata di Indonesia yang bisa mendatangkan devisa. 


I islam Di Tengah Keberagaman Budaya Nasional

   Oleh Johan Aristya Lesmana
| 15 Februari 2013
   Sumber foto: http://www.ugm.ac.id/new/files/u7/wonolelo.jpg
  Indonesia terdiri atas beragam budaya daerah yang khas. Dalam keragaman budaya itulah Indonesia tumbuh menjadi negeri kesatuan yang hidup dalam keharmonisan di tengah percampuran dengan budaya asing, salah satunya Islam. Sebagai kesatuan bangsa dengan ratusan budaya berbeda, keberadaan Indonesia tidak lepas dari persatuan budaya-budaya tersebut yang berbesar hati menyatukan diri menjadi satu bangsa dengan menjunjung tanah air, bangsa, dan bahasa yang sama sebagai pilar atau identitas nasional bagi seluruh warga. Tiga pilar tersebut merupakan perekat kesatuan dan persatuan bangsa sekaligus menjadi ujung tombak bagi penghormatan dan penghargaan untuk budaya-budaya daerah.
   Harmonisasi budaya Indonesia sempat terusik oleh munculnya kelompok yang mencoba memaksakan pandangannya untuk menyeragamkan semua budaya atau menghilangkan perbedaan di antara budaya-budaya. Fenomena ini menjadi faktor yang menghambat laju kemajuan budaya Indonesia secara dinamis. Karena, pemaksaan pandangan budaya terhadap budaya lain merupakan wujud ketidakmampuan insan budaya untuk saling menghargai dan menghormati keberagaman. Dengan kata lain, paksaan terhadap kelompok lain untuk menyamakan kebudayaannya dengan budaya tertentu adalah sebentuk kekerasan budaya yang pada level tertentu tidak tertutup kemungkinan akan menimbulkan perang budaya.
    Fenomena perang budaya pernah kita jumpai di beberapa wilayah di Indonesia. Misalnya, pecahnya konflik antara suku Dayak dan Madura, etnis Tiong Hoa dan Jawa, peperangan antarsuku di Papua serta beberapa konflik etnik masa lalu lainnya.
   Jika dikaitkan dengan ajaran Islam, perbedaan dan keragaman budaya secara absolut merupakan sunatullah, kehendak Tuhan yang tidak mungkin dihindari. Manusia wajib menyadari dan menghormati keragaman tersebut, bukan menjadikan keberbedaan budaya sebagai alat untuk melakukan tindak kejahatan.
    Allah berfirman yang artinya, “Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal…” (QS. Al-Hujurat: 13). Dalam ayat tersebut, sangat terang bahwa perbedaan memang telah menjadi ketentuan Allah yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Dari perbedaan, manusia mesti berpikir untuk menciptakan persatuan yang harmois dan penuh kedamaian.
     Begitu halnya  kebudayaan yang ada di Indonesia dengan segala bukti sejarahnya. Indonesia termasuk negeri yang terlewati jalur sutra perdagangan internasional masa lalu, khususnya jalur perdagangan dari wilayah Asia Selatan yang sangat dekat dengan wilayah Timur Tengah yang berbudaya Islam. Dari jalur perdagangan ini, Indonesia telah terasimilasi oleh kebudayaan Islam yang dibawa dari Timur Tengah.
   Dari fakta sejarah tersebut, sikap bijak yang semestinya ditanamkan ke dalam hati dan pikiran orang Indonesia adalah menghargai dan menerima kebudayaan yang bercorak kebaikan atau kebudayaan yang berpotensi untuk memperbaiki kekurangan dari kehidupan bermasyarakat dengan tetap mempertahankan kearifan lokal yang telah lama dibina di bumi Nusantara. Tidak semestinya bangsa Indonesia menolak mentah-mentah tawaran budaya asing yang datang karena banyak hal positif yang sangat bermanfaat bagi budaya nasional. Tidak semestinya pula insan Indonesia begitu mudahnya menelan bulat-bulat budaya asing yang datang sebab tentu saja ada konsekuensi negatif atas penerimaan budaya asing.
    Secara khusus mengenai kedatangan Islam, ada beberapa hal yang perlu dibedakan antara budaya Islam dan budaya negara asal agama Islam, Saudi Arabia. Hal ini penting agar tidak timbul pengkultusan terhadap budaya negara tertentu sehingga menjadi ajaran, agama atau lebih umum ideologi yang mutlak dan mendominasi budaya nasional. Bagi sebagian pihak, hal ini adalah masalah prinsip yang jika terjadi maka hal itu menunjukkan suatu pemahaman jumud yang tidak mendidik dari para insan budaya yang menerimanya.
    Di Indonesia, penyamaan atas Islam dan budaya Arab bukan lagi menjadi hal yang langka, karena beberapa kelompok secara ekstrem dan menutup mata meyakini dan menggunakan paham ini. Mulai dari gaya berpakaian, misalnya dengan memakai gamis (baju kurung yang panjang hingga menutupi sepertiga badan), bersorban, mengenakan cadar/niqab/burqa, serta berbagai penampilan atributif lainnya. Fenomena ini cukup menggelitik pemikiran orang Indonesia tentang makna budaya. Sekaligus, hal ini cukup membuktikan bahwa betapa pemahaman sebagian masyarakat tampak kacau dan terlihat bodoh. Tidak ada sensor yang terang mengklasifikasikan hal-hal yang disebut budaya dan sesuatu yang termasuk ajaran agama. Memang benar bahwa agama merupakan bagian dari sebuah istilah besar yang disebut budaya. Akan tetapi, jika secara brutal dan tanpa koridor yang jelas tentang kedua hal itu, maka manusia tidak ubahnya hanya sebentuk makhluk yang berjalan tanpa arah. Aturan agama bisa jadi dianggap hanya sebentuk contoh dari budaya, atau sebaliknya suatu budaya yang semestinya tidak diletakkan sebagai suatu hal yang transendental menjadi seolah-olah bernilai ketuhanan yang berimplikasi pada banyak hal.
    Mengenakan jubah, cadar atau surban adalah contoh budaya atributif yang semestinya tidak di-divine-kan, sebab hal itu merupakan budaya masyarakat Arab yang sangat lekat dengan kondisi geografis dan kondisi historis. Islam datang mengajarkan konsep aurat, yakni kehormatan atau harga diri setiap insan yang melekat pada diri masing-masing yang disimbolkan dengan bagian tubuh yang berharga yang oleh karena itu harus tertutup, tidak diperlihatkan seenaknya. Dengan demikian, bagi umat Muslim, berpakaian baik untuk beribadah kepada Allah SWT maupun sebagai suatu kontinuitas sehari-hari, sungguh tidak diwajibkan untuk mengenakan atribut atau pakaian yang lazim digunakan oleh masyarakat Jazirah Arab. Yang wajib adalah berpakaian menutup aurat. Kelompok ekstrem seringkali menganggap jika seorang Muslim pergi ke masjid untuk menegakkan salat atau mendalami agama Islam dengan pakaian yang tidak seragam dengan yang dipakai oleh Nabi dan para sahabat maka aktivitas ibadahnya terhitung kurang sempurna atau tidak afdhal. Padahal sesungguhnya model fashion yang dikenakan Rasulullah dan sahabat tidak ubahnya yang dipakai masyarakat Jazirah Arab saat itu, termasuk yang dikenakan oleh orang-orang yang memusuhi beliau seperti Abu Lahab, Abu Jahal, atau istri Abu Lahab.
   Umat Muslim Indonesia adalah umat Muslim yang cerdas dan bijak. Kita harus mampu menyaring mana ajaran Islam dan mana budaya Arab. Jika disamakan, jelas menimbulkan ketidak nyamanan bagi umat Islam sendiri. Perbedaan iklim, geografis, genetik, politik dan aspek lainnya sudah barang tentu menjadi faktor penentu bagaimana budaya itu digunakan.
    Sebagai Muslim yang secara total menerima ajaran Islam, pada saat yang sama sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai luhur budaya negeri kita, selayaknya kita menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut menjadi jati diri bangsa yang mengantarkan kita menjadi bangsa yang bermartabat dan berjalan sejajar dengan bangsa lain. Mari kita mulai mengawali kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama dari pola pikir yang universal dengan tetap mengutamakan kearifan lokal sebagai wujud kecintaan pada kekayaan budaya bangsa sebagai jati diri kita. Kehadiran Islam ke dalam budaya Indonesia bukan berarti menghapus budaya nasional yang sejak lama sudah ada. Sebaliknya, Islam termasuk di antara budaya asing yang mencerahkan masa depan kebudayaan bangsa kita, seperti halnya sains dan teknologi yang berasal dari Barat yang telah memajukan peradaban nasional kita. Oleh karena itu, kita harus berpikir bagaimana budaya-budaya itu dapat dipersatukan menjadi kombinasi budaya yang harmonis dan dinamis yang bisa diterima sebagai kesalihan nasional, sebagai sebuah kekayaan budaya bangsa Indonesia.

 
      ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH AKIBAT KEBERAGAMAN BUDAYA

     A.   MASALAH YANG MUNCUL AKIBAT KEBERGAMAN BUDAYA
Keberagaman budaya itu merupakan tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat Indonesia. Merupakan tantangan karena apabila tidak dikelola dan ditangani dengan baik maka keberagaman budaya akan dapat mendorong timbulnya persaingan dan pertentangan sosial. Sebagai peluang, keragaman budaya itu bila dibina dan diarahkan secara tepat, maka akan menjadi suatu kekuatan atau potensi dalam melaksanakan pembangunan bangsa dan Negara Indonesia. Untuk lebih jelasnya, berikut ini diuraikan masalah-masalah yang muncul sebagai akibat dari keberagaman budaya.

 
    1.    Pertentangan Sosial Akibat Keberagaman Budaya
Kita harus menyadari bahwa kehidupan masyarkat Indonesia sangat majemuk dalam suku bangsa dan budaya. Keberagaman suku bangsa dan budaya itu akan berdampak negatif, berupa timbulnya pertentangan antar  budaya, jika tidak benar-benar ditangani secara tepat. Kehidupan bangsa Indonesia yang beragam suku bangsa dan budaya, kadang-kadang diwarnai oleh konflik antar budaya. Hal itu terbukti dari timbulnya berbagai kerusakan sosial, seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Situbondo,  Ambon, Poso, Sambas, Aceh, Papua (Irian Jaya), dan daerah-daerah lainnya.
Peristiwa Tasikmalaya merupakan contoh konflik yang disebabkan oleh kecemburuan Poso merupakan contoh konflik yang disebabkan oleh perbedaan agama antar umat Islam dengan umat Kristen. Peristiwa Sambas merupakan contoh konflik dan yang disebabkan oleh perbedaan etnis / suku bangsa anara suku Dayak (penduduk asli) dengan suku Madura (penduduk pendatang). Peristiwa Aceh dan Papua (Irian Jaya) merupakan contoh konflik sosial yang disebabkan perbedaan kepentingan politik antara pemerintah Pusat dengan masyarakat daerah setempat.
Kerusakan sosial yang terjadi di ibukota Jakarta tentara suku bangsa Betawi (penduduk asli) dengan suku bangsa Madura (penduduk pendatang) merupakan akibat dari sentiment ke daerahan. Perubahan nilai-nilai budaya akibat pengaruh globalisasi ternyata telah memicu timbulnya konflik sosial budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jakarta sebagai ibu kota Negara seringkali diwarnai oleh peristiwa kerusuhan sosial, seperti peristiwa Tanjung Priuk dan prasasti. Konflik sosial tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan harta yang cukup banyak. Warga masyarakat yang tidak berdosa banyak yang menjadi korban amuk massa. Konflik sosial akibat keberagaman budaya mempunyai dampak negatif yang amat luas dan kompleks.
Pada era reformasi sekarang ini, dampak negatif akibat keberagaman social budaya, antara lain sebagai berikut :
a.    Menimbulkan krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan dan sulit diatasi , menyebabkan naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok serta rendahnya daya beli masyarakat;
b.    Menimbulkan konflik antar elite dan golongan politik, sehingga menghambat jalannya roda pemerintah dan pelaksanaan pembangunan;
c.    Menimbulkan konflik antar suku bangsa, antar golongan, atau antar kelas sosial, sehingga menyebabkan timbulnya perilaku anarkisme, terorisme, sekularisme, primordialisme, separalisme, dan sebagainya;
d.    Menimbulkan perubahan sosial dan budaya yang terlalu cepat, sehingga terjadi perubahan nilai dan norma sosial, perubahan pranata dan lembaga sosial, perubahan pandangn hidup, perubahan sistem dan struktur pemerintahan, dan sebagainya.

2.    Alternatif Pemecahan Masalah
Kita tahu bahwa keberagaman budaya dapat menimbulkan konflik dan kerusuhan sosial. Sebenarnya, telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah kita dalam mengatasi masalah sosial akibat keberagaman budaya. Ahli-ahli ilmu sosial juga telah memberikan teori-teori pemecahan masalah akibat konflik sosial budaya. Namun pengaruh pemecahan masalah tersebut, tidak langsung dirasakan hasilnya oleh masyarakat.
Adapun metode-metode pemecahan masalah akibat konflik sosial budaya yang biasa digunakan, antara lain sebagai berikut :
a.    Metode kompetisi (competition)
Metode kompetisi adalah pemecahan masalah dengan menggunakan teknik persaingan. Metode ini menyajikan suatu arena persaingan menang-kalah kepada pihak-pihak yang bertentangan. Apabila terjadi konflik dalam masyarakat, biasanya pihak yang berkuasa akan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya. Misalnya, dengan memberikan alternatif siapa yang tidak setuju silahkan mengundurkan diri.

b.    Metode menghindari (avoidance)
Metode menghindari adalah pemecahan masalah dengan cara salah satu pihak yang berselisih menarik diri atau menghindari konflik. Dalam metode ini biasanya pihak-pihak yang bertentangan mengambiil keputusan untuk berpisah atau menghindar secara fisik. Misalnya, golongan elit politik yang pernah berkuasa pada era Orde Baru menarik diri dan tidak ikut lagi dalam kegiatan politik praktis pada pemerintahan era reformasi sekarang ini.

c.    Metode akomodasi (accommodation)
Metode akomodasi adalah cara pemecahan masalah dengan menciptakan kondisi damai untuk sementara. Metode ini diterapkan apabila salah satu pihak bersedia memenuhi tuntutan pihak lawan. Metode ini digunakan untuk memelihara hubungan baik dengan harapan salah satu pihak mau mengalah sebagai contoh, dalam menyelesaikan konflik antara suku bangsa Dayak dengan suku bangsa Madura di Sambas, maka pemerintah kita memisahkan dua pihak yang bertikai dengan menyediakan penampungan sementara bagi pengungsi dari suku Madura sampai dicapai suatu kesepakatan damai.

d.    Metode kompromi (compromise)
Metode kompromi adalah pemecahan masalah dengan cara melakukan perundingan damai. Metode ini tidak diarahkan untuk menentukan siapa yang menang atau yang kalah, tetapi untuk mencari akar permasalahan, sehingga dicapai suatu kesepakatan damai. Metode ini dapat memperkecil permusuhan yang terpendam.

e.    Metode kolaborasi (collaboration)
Metode kolaborasi adalah pemecahan masalah dengan cara memberikan keuntungan yang sama kepada pihak-pihak yang berselisih. Metode ini merubah konflik menjadi kerja sama. Dalam hal ini pihak-pihak yang bertentangan diajak bekerja sama untuk berkompromi.

f.     Metode pengurangan konflik
Selain ke lima metode tersebut,masih ada alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan, yaitu metodepengurangan konflik.
Ada dua cara yang dapat digunakan utuk mengurangi konflik, yaitu:
1.    Mengganti tujuan yang menimbulkan konflik dengan tujuan yang dapat diterima oleh kedua pihak yang berselisih;
2.    Mempersatukan dua belah pihak yang bertentangan dengan menimbulkan ancaman atau musuh dari luar.

     B.   PROSES TAHAPAN INTEGRASI SOSIAL DAN NASIONAL
    Apabila konflik sosial merupakan hasil proses sosial yang bersifat negatif, integrasi sosial dan nasional merupakan hasil proses sosial yang bersifat positif,Integrasi sosial dan nasional dapat diartikan sebagai suatu proses bersatunya unsur-unsur sosial-budaya yang berbeda-beda, sehingga tercipta kehidupan sosial dan nasional secara serasi dan teratur.Integrasi sosial dan nasional terwujud melalui tahapan tertib sosial,order,kejegan, dan keteraturan sosial budaya.
    1.    TAHAPAN PROSES INTEGRASI SOSIAL/NASIONAL
Kita semua tentu saja ingin hidup tertib dan teratur dalam masyarakat.Akan tetapi, kehidupan yang tertib dan teratur itu tidak terjadi dengan sendirinya.Ini berarti harus ada kesadaran dari seluruh warga masyarakat untuk mewujudkannya.Caranya antara lain dengan berupaya mematuhi dan menerapkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara.Dengan demikian,kita harus berperilaku sesuai dengan peran dan status sosial dalam berinteraksi sosial.
       Kita perlu menyadari bahwa hidup di masyarakat itu ada sejumlah nilai dan norma sosial itu merupakan pedoman dalam bersikap dan berperilaku,baik secara individual maupun kelompok.Namun dalam prktiknya, masih banyak anggota masyarakat yang melanggar nilai-nilai dan norma-norma sosia.Akibatnya,kehidupan masyarakat menjadi kacau atau tidak tertib.Anda mungkin pernah menyaksikan teman yang mencorat-coret tembok sekolah.Anda juga mungkin pernah menyaksikan pengemudi mobil atau sepeda motor yang menerobos lampu merah.Bahkan di kota-kota besar pada pedagang kaki lima menjajakan barang dagangan sampai ke tenggah jalan raya.Akibatnya,timbullah kemacetan lalu lintas.Suatu klakson dibunyikan dan makiyan dilontarkan,membuat suasana menjadi semakin hiruk pikuk.Jadi, perilaku yang melanggar aturan itulah yang menjadi penyebab kehidupan masyarakay menjadi tidak tertib.
       Mewujudkan integrasi sosial dan nasional tentu saja menjadi tanggung jawab seluruh warga masyarakat Indonesia.Tanpa adanya kesadaran dan tanggung jawab sosial maka integrasi sosial dan nasional hanyalah akan menjadi angan-angan dan slogan.Gerakan Disiplin Nasional(GDN) Telah dicanangkan di Indonesia,tetapi hasilnya belum terlihat nyata dalam kehidupan masyarakat.Demikian pula program K3(Keamanan,Kebersihan,Kesehatan) belum benar-benar dilaksanakan dengan baik rupanya  kesadaran untuk hidup tertib dan teratur atau pentingnya keselarasan sosial masih perlu di sosialisasikan kepada seluruh warga masyarakat.Kehidupan masyarakai itu tidaklah statis,tetapi dinamis dan slalu berubah.Dinamika sosial ini ditandai oleh terjadinya perkembangan dan perubahan sosial budaya.Perubahan sosial budaya selalu diarahkan pada terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur.Perubahan sosial budaya pada era rovormasi sekarang ini,diarahkan menuju terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia yang maju,demokratis,adil, dan makmur.
   Adapun tahapan proses sosial budaya menuju terwujudnya integrasi sosial dan nasional,yaitu sebagai berikut.
     a.    Tindakan sosial
    Tindakan sosial adalah pola perilaku anggota masyarakat dalam interaksi sosial.Tindakan sosial setiap orang tentu saja  berbeda-beda.Perbedaan tersebut disebabkan masing-masing warga masyarakat memiliki peran dan status sosial yang tidak sama.Selain itu,tindakan sosial dipengaruhi oleh nilai dan norma sosial budaya yang belkau dalam masyarakat. 
     Perhatika contoh tindakan sosial berikut ini!
1.    Siswa SMK pergi kesekolah untuk belajar menuntut ilmu
2.    Ayah pergi bekerja untuk mencari nafkah.
3.    Ibu pergi kre pasar untuk berbelanja
4.    Anak kecil menangis karena ditinggal ibunya
5.    Gadis remaja bersuka hati karena mendapat hadiah ulang tahun

      b.    Pola sosial
    Pola sosial adalah bentuk hubungan sosial yang bersifat tetap atau berpola dalam interaksi sosial. Pola sosial yang baik tentu saja akan dicontoh atau ditiru melalui proses imitasi dan identifikasi.
      Perhatikan contoh pola sosial berikut ini!
1.    Warga masyarakat bergotong royong mrembersihkan sampah.
2.    Warga masyarakat bermusyawarah untuk mengambil keputusan bersamw.
3.    Wara masyarakat tolong-menolong apabila ada yang terkena musibah.
4.    Warag masyarakat bersiakp toleransi dalam kehidupan beragam
5.    Warga masyarakat bekerja bakti membangun jalan desa.
    Kebiasaan tersebut telah menjadi pola sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.Pola sosial itulah yang paling baik dan paling tepat diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang multikultural.Sebab, poal sosial tersebut sesuai dengan sistem niali dan norma sosial budaya yang berlauku dalm kehidupan masyarakat Indonesia.

      c.    Order sosial
    Order sosial adalah norma-norma sosial yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.Order sosial terbentuk dari pegaulan hidup di masyarakat.Order sosial i bersifat melekat dan mengatur perilaku warga masyarakat.Oleh karena itu,keberadaan order sosial akan terus terpelihara dalam masyarakat.Pelanggaran terhadap order sosial bagi para pelakunya akan mendapat sanksi,yang berupa cemoohan,pengucilan atau hukuman pidana.
     Order sosial itu,ada yang tertulis dan ada pula yang tidak tertulis.
1.    Order itu,ada yang tertulis:peraturan perundang-undangan (UUD 1945,undang-undang,peraturan presidin,peraturan mentri,peraturan daerah,tata tertib sekolah,dan sebagainya)
2.    Order sosial tidak tertulis:kebiasaan,adat istiadat,konvensi,tatakrama,etika sopan santun dan norma sosial lainnya.
d.    Keajegan sosial
     Keajegan sosial adalah suatu kedaan masyarakat  teratur dan bersifat tetap(ajeg), tidak mudah berubah. Keajegan sosial timbul sebagai hasil hubungan yang serasi dan selaras dalam interaksi sosial antara perilaku dengan nilai dan norma sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat.
      Perhatikan contoh keajegan sosial berikut ini !
1)    Laki-laki dewasa yang tam,pil menjadi wali nikah, bukan perempuan.
2)    Ayah yang menjadi kepala keluarga, bukan ibu.
3)    Anak-anak lazimnya bersikap hormat dan patuh kepada orang tua.
4)    Siswa lazimnya berpakaian seragam dan membawa tas serta alat-alat tulis jika perrgi sekolah.
5)    Matrilineal adalah sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Minangkabau
     e.    Tertib sosial
    Tertib sosial adalah keadaan masyarakat yang tertib dan teratur. Tertib sosial merupakan hasil hubungan serasi dan selaras antara perilaku dengan nilai dan norma sosial dalam proses interaksi sosial. Tertib sosial terwujud bila seluruh anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan tuntunan nilai dan norma sosial.
     Gambaran terwujudnya keteraturan sosial yaitu sebagi berikut:
1)    Perilaku sosial membentuk pola sosial
2)    Pola sosial kemudian menjadi order sosial.
3)    Order sosial membentuk keajegan sosial
4)    Keajegan sosial menghasilkan tertib sosial
5)    Tertib sosial mewujudkan keteraturan dan integrasi sosial



Tahapan
Proses Sosial
Perilaku
Siswa pergi kesekolah untuk belajar menuntut ilmu.
Order
Siswa belajar di sekolah dibimbing oleg guru.
Keajegan
Siswa setiap hari pergi sekolah untuk belajar dari gurunya.
Tertib Sosial
Proses belajar mengajar di sekolah berjalan tertib dan teratur.
Keteraturan sosial
Keteraturan dan integrasi sosial/nasional dapat terwujud di sekolah.

2.    Faktor pendorong integrasi sosial/nasional
Integrasi sosial/nasional dapat terwujud dalam masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika, karena adanya kesadaran dari seluruh warga negara untuk hidup bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesadaran untuk hidup bersatu sebagai bangsa itu disebabkan masyarakat Indonesia mempunyai cita –cita dan tujuan luhur yang sama, yaitu masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Integrasi sosial/nasional akan bertambah kuat apabila muncul ancaman dari luar yang menyinggung perasaan dan kesetiaan yang secara tradisional dan fundamental telah tertanam kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, dapat pula terjadi kemunduran bila masyarakat dalam jangka waktu yang terlalu lama mengalami kekecewaan yang mendalam. Kekecewaan akan makin tajam apabila mereka benar – benar tersinggung atau merasa dirugikan akibat perubahan sosial budaya yang terjadi.
            Menurut Charles Coolay, inegrasi sosial/nasional akan timbul jika orang atau kelompok orang menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan dan tujuan yang sama. Jadi, kesadaran atau solidaritas akan kepentingan dan tujuan yang sama menjadi dasar bagi terwujudnya integrasi sosial/nasional. Selanjutnya, menurut Coolay, bentuk – bentuk kerjasama social sebagai dasar integrasi sosial/nasional yaitu sebagai berikut
a.    Kerjasama spontan (spontaneous cooperation), yaitu hubungan kerjasama yang terjadi secara spontan. Misalnya, kerjasam masyarakat dalam membersihkan lingkungan dengan cara bergotong royong atau kerja bakti.
b.    Kerjasama langsung (directed cooperation), yaitu hubungan kerjasama hasil perintah dari atasan langsung. Misalnya, kerjasama diantara anggota suatu organisasi politik, atau kerjasama langsung diantara para guru untuk meningkatkan mutu pendidikan.
c.    Kerjasama kontrak (contractual cooperation), yaitu hubungan kerjasama atas dasar kontrak atau perjanjian. Misalnya, krjasama antara kariawan pabrik dengan pihak manajemen dalam meningkatkan produksi barang konsumsi.
d.    Kerjasama tradisional (traditional cooperation), yaitu hubungan kerjasama atas dasar kebiasaan dan nilai – nilai adat istiadat. Misalnya, kerjasama masyarakat dalam mengadakan upacara penguburan, atau kerjasama dalam membangun tempat – tempat ibadah.

Dengan kerjasama, suatu tujuan atau kegiatan bersama akan mudah dicapai dan mudah dikerjakan dari pada dilakukan secara sendiri – sendiri. Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat akan mudah dicapai jika dikerjakan secara gotong royong oleh seluruh warga masyarakat. Membangun rumah, balai desa, atau membangun Negara tidak dapat dikerjakan seorang diri, tetapi memerlukan kerjasama dari seluruh warga masyarakat. Oleh karna itu, kerjasama merupakan asas sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat.
Integrasi sosial akan lebih berkembang jika terdapat faktor pendorong berikut ini.
a.    Seluruh anggota menyadari akan manfaat integrasi sosial
b.    Adanya program masyarakat yang jelas dan terarah
c.    Berkembangnya semangat kerjasama, kekeluargaan, dan gotong royong
d.    Adanya faktor saingan atau ancaman dari luar ( out group ) sehingga integrasi social menjadi lebih kukuh
e.     Adanya berbagai pranata dan lembaga social yang berperan mewadahi aktivitas kehidupan masyarakyat.

    C.   PERAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM MENJAGA KESELARASAN ANTAR BUDAYA
Ahli sejarah budaya, H. B. Yassin berpendapat bahwa perkembangan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari pengaruh social politik. Sejak orde baru sampai masa reformasi (1966-sekarang), perkembangan kebudayaan nasional mencapai kemajuan yang cukup berarti. Hal itu disebabkan pembangunan bidang kebudayaan di Indonesia sudah mendapat perhatian yang cukup baik dari pemerintah. Pembangunan kebudayaan nasional sebenarnya merupakan amanat UUD 1945 pasal 32 yang berbunyi “pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia” itulah sebabnya pengembangan kebudayaan menjadi salah satu program pembangunan nasional, yang diarahkan sebagai berikut.
1.    Meningkatkan usaha pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan nasional untuk memperkuat kepribadian bangsa, kebangsaan nasional, dan kesatuan nasional, termasuk membalik dan memupuk kebudayaan daerah sebagai unsur-unsur budaya penting yang memperkaya dan memberi corak pada kebudayaan nasional.
2.    Membina dan memelihara tradisi-tradisi serta peninggalan sejarah yang mempunyai nilai-nilai perjuangan dan kebangsaan untuk mewariskannya kepada generasi muda.
3.    Membina kebudayaan nasional harus sesuai dengan norma-norma pancasila. Disamping itu, ditunjukan untuk mencegah tumbuhnya nilai-nilai social budaya yang bersifat feodal, juga menanggulangi penngaruh kebudayaan asing yang negative serta dilain pihak cukup memberikan kemampuan masyarakat untuk menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang memang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan selama tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Sasaran pembinaan kebudayaan dalam ketetapan MPR RI No.IV/MPR/1978 tentang GBHN bidang kebudayaan adalah sebagai berikut:
1.    Nilai-nilai budaya Indonesia terus dibina dan dikembangkan guna memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebangsaan nasional serta memperoleh jiwa kesatuan nasional.
2.    Kebudayaan nasional terus dibina atas dasar norma-norma pancasila diarahkan penerapan nilai-nilai tetap mencerminkan kepribadian bangsa dan meningkatkan nilai-nilai social yang feodal dan kedaerahan yang sempit.
3.    Dengan tumbuhnya kebudayaan nasional yang berkepribadian, maka sekaligus dapat ditanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negative, dilain pihak, ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk menyaring dan menyerap nilai-nilai budaya luar yang positif, yang memang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan.
4.    Disiplin nasional dibina dan dikembangkan secara lebih nyata dalam usaha untuk memperkukuh kesetiakawanan nasional, lebih menanamkan sikap mental, tenggang rasa, hemat, dan bersahaja, bekerja keras, cermat, tertib, penuh rasa pengabdian, jujur dan kewiraan.
5.    Usaha-usaha pembaharuan bangsa perlu lebih ditingkatkan disegala bidang kehidupan dalam rangka usaha memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa.
6.    Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mewajibkan penggunaannya secara baik dan benar.
7.    Pembinaan bahasa daerah dilaksanakan dalam pengembangan bahasa Indonesia dan untuk memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia sebagai salah satu sarana identitas nasional.
8.    Didalam rangka pembinaan kesenian perlu dikembangkan kebijaksanaan yang mendorong tumbuhnya kreativitas seniman sehat.
9.    Pembinaan kesenian daerah ditingkatkan dalam rangka mengembangkan kesenian-kesenian nasional agar dapat lebih memperkaya kesenian Indonesia yang beraneka ragam.
10. Tradisi dan peninggalan sejarah yang mempunyai nilai perjuangan kebangsaan, serta kemanfaatan nasional tetap dipelihara dan dibina untuk memperkaya dan member corak pada kebudayaan nasional.

Dengan demikian, pembangunan kebudayaan nasional sebagai usaha sadar untuk memelihara, menghidupkan, memperkaya, menyebarluaskan, dan memanfaatkan segenap perwujudan serta keseluruhan hasil pikiran. Di samping itu, membentuk kemauan serta perasaan manusia Indonesia dalam rangka perkembangan kepribadian manusia, perkembangan hubungan manusia dengan menusia, hubungan manusia denagn alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa untu dihayati, diresapi, dan dinikmati oleh seluruh anggota masyarakat.
Peran masyarakat dan pemerintah dalam menjaga kelestarian budaya yaitu sebagai berikut.

1.    Memelihara kebudayaan nasional dengan cara :
a.    Mengelola, menggali, dan memperbaiki budaya tradisional yang tersebar di seluruh tanah air Indonesia;
b.    Meneliti, mendokumentasikan, dan melestarikan perbendaharaan nasiona;
c.    Meningkatkan perlindungan cagar alam.
2.    Menghidupkan budaya nasional dengan cara :
a.    Membangun sarana, lembaga, dan pusat – pusat penelitian, pengkajian, penyajian, dan pendidikan kebudayaan;
b.    Membangkitkan dan mengembangkan pembendaharaan kebudayaan nasional;
c.    Menghasilakan tenaga terdidik melalui jalur pendidikan formal maupun non – formal, yang akan mempunyai profesi di bidang kebudayaan antara lain sebagai seniman pelaku, pencipta, dan pamong pengembang kebudayaan nasional;
d.    Mendorong pendidikan seni budaya melalui jalur non – formal yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan – kegiatan pendidikan kebudayaan di lingkungan keluarga dan masyarakat.
3.    Memperkaya budaya nasional dengan cara:
a.    Mengolah bentuk, corak, langgam, dan/atau budaya local dan tradisional untuk diselaraskan dengan tingkat perkembangan kehidupan bangsa Indonesia dan perkembangan manusiawi di masa depan;
b.    Membina bahasa dan sastra Indonesia serta bahasa dan sastra daerah;
c.    Membangkitkan dan memupuk terus – menerus sumber – sumber penciptaan melalui pengembangan gagasan – gagasan dan karya – karya baru;
d.    Mendorong penciptaan kontemporer dari pada karay kesenian dan karya akal budi ;
e.    Menyediakan bantuan keuangan dan/atau peralatan oleh pemerintahan bagi usaha non-pemerintah di bidang pengembangan kebudayaan dalam batas kesanggupan keuangan Negara dan sesuai dengan prioritas pembangunan nasional.
4.    Membina ketahanan kebudayaan nasional dengan cara:
a.    Mengamati dan meneliti semua unsur dan kegiatan kebudayaan asing yang dapat merugikan tata nilai kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia;
b.    Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam hal daya penangkapan, pemilihan, penyerangan, dan penyesuaian unsur – unsur kebudayaan asing terhadap perkembangan peradaban bangsa, sehingga merupakan pengolah budaya yang fungsional;
c.    Mengatur, mengamati, dan mengarahkan penggunaan sarana dan lembaga kebudayaan;
d.    Meningkatkan penulisan sejarah nasional dan pengembangan kesadaran sejarah, baik masa lampau, masa kini, masa depan;
e.    Meningkatkan pengenalan dan perlindungan tradisi serta peninggalan sejarah yang mempunyai nilai – nilai perjuangan dan kebangsaan nasional.
5.    Menyebarluaskan dan memanfaatkan kebudayaan nasional dengan cara:
a.    Memperluas kemungkinan dan kemampuan anggota masyarakat untuk turut menghayati, menikmati, membina, memperkaya, memiliki dan menyebarluaskan hasil karya kebudayaan nasional;
b.    Memperluas pandangan hidup, perhatian dan keterampilan anggota masyarakat bagi kepentingan perkembangan peradaban;
c.    Membudayakan hubungan kerja dan kesanggupan, perkembangan, pusat – pusat pemukiman dan penggunaan peralatan audiovisual serta media komunikasi lainnya.

1 komentar: